JAKARTA – Pagi ini, seperti biasa, kamu menghabiskan waktu tiga jam untuk “scrolling” di tengah kemacetan. Jalan Sudirman terlihat padat, notifikasi dari TikTok terus muncul, sementara Jakarta tetap dilanda banjir. Meskipun tampil dengan filter wajah yang sempurna, kenyataan jalanan yang bolong tetap terasa.
Ternyata, yang kita butuhkan adalah lebih banyak jembatan layang dan pengaturan lalu lintas cerdas, bukan hanya sekadar fitur tanggapan pintar.
Menurut data dari Kominfo (2024), rata-rata pemuda di Jakarta menghabiskan 3,8 jam setiap hari hanya untuk scrolling—yang setara dengan 57 hari produktif yang terbuang di media sosial. Padahal, Badan Pusat Statistik (2024) mencatat bahwa ibu kota memerlukan 10.000 insinyur baru setiap tahunnya.
“Mari kuliah di Fakultas Teknik UMJ, wujudkan ide-ide inovatif untuk masa depan kota Jakarta yang metropolitan.”
Dari Cempaka Putih, saatnya kita mengalihkan jempol menjadi alat penggerak pembangunan. Kita tidak lagi menjadi penonton kemacetan, tetapi menjadi individu yang mencari solusi untuk mengatasi masalah tersebut. Pilihan kamu akan menentukan masa depan Jakarta.
Di balik kemacetan ini, terdapat semangat “1912” yang tetap berkobar, yaitu “Muhammadiyah Universum Jumantara”. K.H. Ahmad Dahlan mendirikan Persyarikatan Muhammadiyah bukan hanya sebagai organisasi keagamaan, tetapi juga sebagai gerakan Islam modernis yang mengintegrasikan ilmu pengetahuan global.
Visinya jelas: Islam bukanlah penghalang kemajuan, melainkan penggerak peradaban.
Dari Yogyakarta, beliau membayangkan umat yang tidak hanya membaca Al-Qur’an, tetapi juga membangun turbin listrik.
Saat ini, Fakultas Teknik UMJ terus melanjutkan warisan tersebut. Kini bukan lagi lampu minyak—tetapi smart city, robotika, dan infrastruktur anti-banjir.
Dari Cempaka Putih, kita tidak hanya mewarisi nama, tetapi juga mewujudkan visi 1912 di jantung ibu kota.
Tahukah kamu bahwa Muhammadiyah lahir sebagai “pilar” identitas bangsa yang beradab, berkeadilan, dan sejahtera? Sejak 1912, Persyarikatan ini telah mendirikan ribuan sekolah, rumah sakit, dan universitas—termasuk Fakultas Teknik UMJ.
Kampus ini bukan hanya tempat untuk belajar, tetapi juga sebagai laboratorium untuk membentuk karakter nasional. Alumni Teknik UMJ merancang masjid tahan gempa, jembatan untuk desa terpencil, sistem irigasi yang berkelanjutan, hingga sistem digital yang terintegrasi dengan baik.
Mereka bukan sekadar insinyur—mereka adalah penerus perjuangan Muhammadiyah, yang membangun Indonesia dari pinggiran hingga ibu kota. Di Cempaka Putih, ilmu teknik menjadi sebuah ibadah, dan proyek akhir menjadi amal jariyah.
Di Fakultas Teknik UMJ, ilmu pengetahuan modern dipadukan dengan nilai-nilai keislaman. Mahasiswa belajar tentang AI, robotika, dan smart city—semuanya dengan akhlak Qur’ani. Bukan sekadar “ngoding” untuk aplikasi, tetapi “ngoding” untuk solusi terhadap banjir. Bukan sekadar merancang jembatan, tetapi jembatan yang adil bagi pejalan kaki dan pengendara.
Hasilnya; peradaban yang inklusif dan berkelanjutan. Contoh yang nyata terlihat dari proyek mahasiswa UMJ yang telah berhasil mengembangkan sistem drainase pintar berbasis IoT untuk mengurangi genangan air di 12 kelurahan di Jakarta.
Dari Cempaka Putih, teknologi bukanlah tujuan, tetapi alat untuk mencapai “rahmatan lil alamin”.
Karena sebenarnya, Muhammadiyah adalah penggerak generasi produktif, yang siap bersaing menghadapi tantangan ekonomi bangsa.
Perhatikan Jakarta saat ini, 70 persen pemuda usia 18–24 tahun menghabiskan 4 jam sehari di media sosial (Jakpat 2024). Fakultas Teknik UMJ mengalihkan energi tersebut dari scrolling menjadi prototipe. Dari empat jam yang sama; kini menjadi “drone” pemadam kebakaran, sensor banjir real-time, atau aplikasi logistik untuk UMKM.
Hasilnya jelas, lulusan FT UMJ siap bekerja dalam 6 bulan, dan 85 persen di antaranya terserap di sektor industri (Tracer Study UMJ 2024).
Di Cempaka Putih, produktivitas bukanlah sekadar slogan, melainkan kebiasaan.
Dari Cempaka Putih, Fakultas Teknik UMJ menjadikan Jakarta sebagai laboratorium kehidupan. Mahasiswa merancang smart drainage untuk Ciliwung, lampu lalu lintas adaptif di Sudirman, hingga skywalk yang ramah disabilitas.
Mereka bukan turis di ibu kota—mereka adalah arsitek masa depan. Setiap blueprint adalah cinta untuk Jakarta, dan setiap prototipe adalah jawaban atas masalah banjir dan kemacetan.
Dari Monas ke Cempaka Putih hanya 15 menit—sehingga inovasi dapat langsung diuji di jalanan, menjadikan pembangunan Jakarta bukan lagi sekadar slogan. Di UMJ, itu adalah tugas sehari-hari. Dari scrolling menjadi merancang blueprint, dari penonton menjadi pahlawan infrastruktur.
Ayo kuliah di Fakultas Teknik UMJ.
Satu klik, satu langkah menuju Jakarta yang lebih baik. Dari jempol ke joystick, dari feed ke lapangan—Jakarta menunggu karyamu.
FT UMJ – Berkeunggulan sejak 1912.
#BangunJakartaUMJ
Ir. Rijalul Fikri adalah Direktur Eksekutif PT. Jurnalis Indonesia Satu.



