JAKARTA – Beberapa sekolah mulai menetapkan kewajiban bagi siswa untuk mengikuti Tes Kemampuan Akademik (TKA). Tujuan dari langkah ini adalah untuk memberikan lebih banyak peluang bagi siswa untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi, baik melalui jalur seleksi masuk perguruan tinggi negeri, sekolah lanjutan impian, maupun instansi lain yang nantinya mengharuskan tes tersebut. Namun demikian, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) menegaskan bahwa TKA bukanlah kewajiban bagi semua siswa.
Menyikapi pro dan kontra mengenai TKA, Wakil Ketua Komisi X DPR, Lalu Hadrian Irfani, menekankan pentingnya memastikan bahwa siswa tidak merasa terbebani oleh tes tersebut. Ia juga berpendapat bahwa orang tua perlu diberikan pemahaman yang jelas bahwa TKA bukanlah satu-satunya faktor penentu kelulusan siswa.
Lalu Hadrian Irfani menyatakan dukungannya terhadap rencana mewajibkan TKA di tahun mendatang, dengan syarat pelaksanaannya berjalan baik, tidak menimbulkan tekanan psikologis pada siswa, serta telah melalui evaluasi yang matang dari pelaksanaan TKA tahun ini. Ia menilai TKA tahun ini sebagai fase percobaan.
“Tahun ini adalah percobaan. Mari kita lihat di SMA, jika semuanya berjalan baik, kita bisa mewajibkannya di masa depan. Tapi bukan sebagai satu-satunya alat ukur,” ungkap Lalu Hadrian Irfani setelah peluncuran laporan survei SPMB dari Katadata Insight Center di Pintar Campus, Jakarta, pada Selasa (30/9/2025).
Ia melanjutkan bahwa fokus evaluasi ke depannya akan sangat mempertimbangkan dampak TKA terhadap siswa.
“Kita perlu melihat di SD, bagaimana perkembangan yang terjadi, apakah itu memberikan beban psikologis atau tidak. Kita akan melakukan evaluasi ke depan. Jika memang itu baik untuk pendidikan kita, maka kita siap melanjutkannya. Kekhawatiran orang tua adalah bahwa mereka menganggap TKA sebagai satu-satunya alat ukur kelulusan,” tambahnya.
Perlu adanya sosialisasi yang luas mengenai TKA kepada semua elemen masyarakat, termasuk orang tua dan siswa. Hal ini bertujuan agar siswa merasa lebih santai dan tidak tertekan saat menghadapi TKA.
“Siswa sebaiknya menghadapi TKA dengan penuh kenikmatan, bukan dengan stres seperti saat menghadapi Ebtanas. Ini yang menyebabkan dampak negatif pada mental siswa kita. Namun, tujuan dari tes ini sebenarnya baik. Konsepnya bagus, dan itulah yang perlu disosialisasikan,” tegasnya.
Mengenai kemungkinan penggunaan TKA sebagai salah satu syarat untuk masuk institusi seperti Akpol, Akmil, dan sekolah kedinasan lainnya, Lalu Hadrian Irfani menyebut bahwa hal tersebut dapat dipertimbangkan setelah melalui evaluasi yang menyeluruh.
“Karena ini sudah dianggarkan, mari kita laksanakan dulu, setelah itu kita akan evaluasi,” tutupnya. (PERS)



