SURABAYA – Maula Fadhilata Rahmatika mencetak prestasi akademis yang luar biasa dengan meraih gelar doktor pada usia 28 tahun. Keahliannya dalam bidang Ilmu Ekonomi terwujud saat ia menyelesaikan studi doktoralnya di Universitas Brawijaya Malang.
Saat ini, Maula yang merupakan alumni dari jenjang S1, S2, hingga S3 di universitas yang sama, mengabdikan ilmunya sebagai dosen di Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Negeri Surabaya (Unesa). Keputusan Maula untuk melanjutkan pendidikan tanpa jeda merupakan wujud nyata dari pesan orang tuanya: selesaikan pendidikan sebelum terjun ke dunia kerja.
“Orang tua saya selalu mengingatkan untuk menyelesaikan pendidikan terlebih dahulu sehingga saat bekerja tidak ada beban. Menempuh studi ini juga saya niatkan sebagai bagian dari kewajiban dalam menuntut ilmu dalam Islam dan sebagai pengabdian kepada orang tua,” jelas Maula, sebagaimana dikutip dari laman Unesa, Jumat (22/6/2025).
Disertasi Maula berjudul ‘Analisis Model Pertanian Organik bagi Konsumen dan Produsen berbasis Community Supported Agriculture (CSA) dalam Meningkatkan Kesejahteraan Petani Indonesia’. Topik ini muncul dari kepeduliannya terhadap kondisi para petani di Indonesia yang kerap terpinggirkan.
Terinspirasi dari pengalaman rekannya yang kuliah di Eropa dan melihat kesejahteraan petani di sana, Maula mulai mempertanyakan nasib petani di Indonesia. “Saya berpikir, mengapa di Indonesia, sebagai negara agraris, petani masih sering termarginalkan? Padahal mereka adalah tulang punggung pangan bangsa,” tegasnya.
Dengan konsep CSA, Maula memberikan solusi inovatif melalui model pertanian organik berbasis komunitas yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan petani. Bagi Maula, riset tidak hanya sekadar memenuhi syarat akademis, tetapi juga harus memberikan dampak positif yang nyata bagi masyarakat.
Namun, perjalanan Maula menuju gelar doktor tidak lepas dari berbagai tantangan berat. Momen terberatnya terjadi pada tahun pertama penulisan disertasi ketika ia kehilangan ayah tercinta. Kesedihan tersebut sempat membuatnya memutuskan untuk menghentikan studi selama setahun.
“Itulah titik terendah saya, tetapi saya menyadari bahwa S-3 adalah tanggung jawab yang telah saya pilih. Dengan dukungan ibu, saya bangkit kembali dan mengingat tujuan awal saya,” tuturnya.
Di tengah tuntutan studi doktoral yang tinggi, Maula tetap menjaga keseimbangan hidup melalui yoga, meditasi, dan doa. Ia meyakini bahwa disiplin diri, keterbukaan pikiran, dan konsistensi adalah kunci utama untuk bertahan dalam jalur akademis yang kompetitif.
“Studi S3 itu lebih banyak melawan diri sendiri. Jangan takut untuk mencoba hal-hal baru, karena banyak ide yang lahir dari pikiran yang terbuka,” pesannya.
Sebagai dosen muda di FEB Unesa, Maula berkomitmen untuk terus menyalurkan ilmunya dan mendorong rekan-rekannya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. “Semakin banyak dosen berkualitas, semakin besar manfaat yang dapat dirasakan mahasiswa,” tutupnya. (Warta Kampus)



